BERBAGI ILMU ITU INDAH

Jumat, 14 Oktober 2011

asfiksia adalah

BAB I

PENDAHULUAN

Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Gangguan ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan ini jika terus dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya kematian.

Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan.

Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Seorang dokter sebagaimana pasal 179 KUHAP wajib memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan di bidang keahliannya demi keadilan. Untuk itu, sudah selayaknya seorang dokter perlu mengetahui dengan seksama perihal ilmu forensik, salah satunya asfiksia. Makalah ini secara garis besar akan membahas mengenai asfiksia, khususnya asfiksia mekanik.

BAB II

ASFIKSIA

Terminologi

Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari “a” yang berarti “tidak”, dan “sphinx” yang artinya “nadi”. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai “tidak ada nadi” atau “tidak berdenyut”. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya. Akibatnya sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia lainnya (1).

Definisi Asfiksia

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia (1,2,3).

Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri. Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah (2,4):

© Hipoksik-hipoksia

Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.

© Anemik-hipoksia

Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk metabolisme dalam jaringan.

© Stagnan-hipoksia

Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.

© Histotoksik-hipoksia

Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal, oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.

Etiologi Asfiksia

Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut (1,4):

© Penyebab Alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laryngitis difteri, tumor laring, asma bronkiale, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru, pneumonia, COPD.

© Trauma mekanik, yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli, pneumotoraks bilateral, sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya. Emboli terbagi atas 2 macam, yaitu emboli lemak dan emboli udara. Emboli lemak disebabkan oleh fraktur tulang panjang. Emboli udara disebabkan oleh terbukanya vena jugularis akibat luka.

© Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya barbiturate, narkotika.

Gejala Asfiksia

Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu (1,5):

© Fase dispneu / sianosis

© Fase konvulsi

© Fase apneu

© Fase akhir / terminal / final

Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah terukur meningkat.

Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan tekanan darah turun.

Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi spingter.

Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.

Gambaran Postmortem pada Asfiksia

Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama, yaitu:

Pada pemeriksaan luar (1,4,5):

© Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.

© Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.

© Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO2..

© Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.

Pada pemeriksaan dalam (1,4,5):

© Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.

© Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.

© Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.

© Busa halus di saluran pernapasan.

© Edema paru.

© Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka.

Gambar 1. Ujung-ujung jari yang sianotik pada kasus asfiksia

Gambar 2. Tardieu’s spot pada konjungtiva palpebrae

Gambar 3. Lebam mayat pada kasus asfiksia

Asfiksia Mekanik (4)

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya :

© Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:

§ Pembekapan (smothering)

§ Penyumbatan (gagging dan choking)

© Penekanan dinding saluran pernafasan:

§ Penjeratan (strangulation)

§ Pencekikan (manual strangulation)

§ Gantung (hanging)

© External pressure of the chest yaitu penekanan dinding dada dari luar.

© Drawning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.

© Inhalation of suffocating gases.

Karena mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan murni disebabkan oleh asfiksia, maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan tenggelam ke dalam kelompok asfiksia mekanik, tetapi dibicarakan sendiri. Berikut akan dibahas beberapa kasus asfiksia mekanik.

1. PENGGANTUNGAN (HANGING)

1.1 Definisi

Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher akibat adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban (1,3,4).

1.2 Etiologi Kematian pada Penggantungan

Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan, yaitu (1,3):

© Asfiksia

© Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi

© Vagal reflex

© Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis

1.3 Cara Kematian pada Penggantungan

Ada 3 cara kematian pada penggantungan, yaitu (1):

© Bunuh diri (paling sering) .

© Pembunuhan, termasuk hukuman mati .

© Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali parasut pada terjun payung, dan penggunaan tali untuk mendapat kepuasan seks.

Untuk mengetahui lebih jelas cara kematian ini, hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1,3):

© Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.

© Arah serabut tali penggantung.

Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban dapat memberi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya, bila arah serabut tali menjauhi korban menjadi bukti korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung.

© Distribusi lebam mayat.

Distribusi lebam mayat harus kita perhatikan secara seksama, apakah sesuai dengan posisi mayat ataukah tidak.

© Jenis simpul tali gantungan.

Hal ini penting diperhatikan karena dapat kita jadikan sebagai patokan apakah korban melakukan bunuh diri ataukah korban pembunuhan. Simpul tali, baik simpul hidup maupun simpul mati, bila melewati lingkar kepala korban dapat menunjukkan korban melakukan bunuh diri. Apabila simpul tali tidak melewati lingkar kepala korban, berarti korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung. Simpul hidup harus dilonggarkan secara maksimal untuk membuktikannya.

1.4 Gambaran Postmortem pada Penggantungan

1.4.1 Pemeriksaan luar (1,3):

© Kepala.

Muka korban penggantungan akan mengalami sianosis dan terlihat pucat karena vena terjepit. Selain itu, pucat pada muka korban juga disebabkan terjepitnya arteri. Mata korban dapat melotot akibat adanya bendungan pada kepala korban. Hal ini disebabkan terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.

Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban terjadi akibat pecahnya vena dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia.

Lidah korban penggantungan bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah terjulur apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.

© Leher.

Alur jeratan pada leher korban penggantungan berbentuk lingkaran (V shape). Alur jerat berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri :

- Alur jeratan pucat.

- Tepi alur jerat coklat kemerahan.

- Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.

- Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging) menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang asimetris menunjukkan letak simpul disamping leher.

© Anggota gerak (lengan dan tungkai).

Anggota gerak korban penggantungan dapat kita temukan adanya lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai. Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada anggota gerak tersebut.

© Dubur dan Alat kelamin.

Dubur korban penggantungan dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin disebabkan kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia. Lebam mayat dapat ditemukan pada genitalia eksterna korban.

1.4.2 Pemeriksaan Dalam (1,3):

© Kepala.

Kepala korban penggantungan dapat kita temukan tanda-tanda bendungan pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata. Kedua kerusakan tersebut biasanya terjadi pada hukuman gantung (judicial hanging).

© Leher.

Leher korban penggantungan dapat kita temukan adanya perdarahan dalam otot atau jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea), dan robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena jugularis).

© Dada dan perut.

Pada dada dan perut korban dapat ditemukan adanya perdarahan (pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan/kongesti organ.

© Darah.

Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan konsistensinya lebih cair.

Tabel 1. Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem

No


Penggantungan antemortem


Penggantungan postmortem

1


Tanda-tanda penggantungan ante-mortem bervariasi. Tergantung dari cara kematian korban


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian yang bukan disebabkan penggantungan

2


Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran terputus (non-continuous) dan letaknya pada leher bagian atas


Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian leher tidak begitu tinggi

3


Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada sisi leher


Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

4


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas jejas jerat dan pada tungkai bawah


Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi mayat setelah meninggal

5


Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba seperti perabaan kertas perkamen, yaitu tanda parchmentisasi


Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas

6


Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-lain sangat jelas terlihat terutama jika kematian karena asfiksia


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain tergantung dari penyebab kematian

7


Wajah membengkak dan mata mengalami kongesti dan agak menonjol, disertai dengan gambaran pembuluh dara vena yang jelas pada bagian kening dan dahi


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat, kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan (strangulasi) atau sufokasi

8


Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali


Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian akibat pencekikan

9


Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Demikian juga sering ditemukan keluarnya feses


Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak ada

10


Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut, dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal ini merupakan pertanda pasti penggantungan ante-mortem


Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus selain kasus penggantungan.

Tabel 2. Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pada pembunuhan

No


Penggantungan pada bunuh diri


Penggantungan pada pembunuhan

1 Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50 tahun jarang melakukan gantung diri

Tidak mengenal batas usia, karena tindakan pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari korban dan tidak bergantung pada usia

2 Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa lingkaran terputus (non-continuous) dan terletak pada bagian atas leher

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat simpul tali

3 Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang letaknya pada bagian samping leher
Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

4 Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara lain


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk bunuh diri

5 Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa menyebabkan kematian mendadak tidak ditemukan pada kasus bunuh diri


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban biasanya mengarah kepada pembunuhan

6 Racun. Ditemukannya racun dalam lambung korban, misalnya arsen, sublimat korosif dan lain-lain tidak bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin mendorong korban untuk melakukan gantung diri

Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri

7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat


Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada kasus pembunuhan

8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, mayat biasanya ditemukan tergantung pada tempat yang mudah dicapai oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut


Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan

9 Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan dalam keadaan tertutup dan terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh diri

Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan

10 Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada kasus gantung diri


Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.

2. PENJERATAN (STRANGULATION BY LIGATURE)

2.1 Definisi

Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat badan korban (1,4).

2.2 Etiologi Kematian pada Penjeratan

Ada 3 penyebab kematian pada jerat (strangulation by ligature), yaitu (1,4,6):

© Asfiksia

© Iskemia

© Vagal refleks

2.3 Cara Kematian pada Penjeratan:

Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan (strangulation by ligature), yaitu (1,4,6):

© Pembunuhan (paling sering).

Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian infanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati (zaman dahulu).

© Kecelakaan.

Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau.

© Bunuh diri.

Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher dimasukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.

Hal-hal penting yang perlu kita perhatikan pada kasus jeratan, antara lain (1,6):

© Arah jerat mendatar / horisontal.

© Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan.

© Jenis simpul penjerat.

© Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.

© Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang digunakan untuk menjerat.

2.4 Gambaran Postmortem

Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip kasus penggantungan (hanging) kecuali pada (1,4):

© Distribusi lebam mayat yang berbeda.

© Alur jeratan mendatar / horisontal.

© Lokasi jeratan lebih rendah.

Gambar 4. Jejas jerat pada leher

Gambar 5. Berbagai mekanisme penjeratan

3. PENCEKIKAN (MANUAL STRANGULASI)

3.1 Definisi

Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. Pencekikan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

© Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.

© Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

© Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini disebut mugging (1,4).

3.2 Etiologi Kematian pada Pencekikan

Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu (1):

© Asfiksia

© Iskemia

© Vagal reflex

3.3 Cara Kematian pada Pencekikan

Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu (1):

© Pembunuhan (hampir selalu).

© Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

3.4 Gambaran Postmortem Pencekikan

3.4.1 Pemeriksaan Luar:

Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain (1,4):

© Tanda asfiksia.

Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan antara lain adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap.

© Tanda kekerasan pada leher.

Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas kuku dan bantalan jari. Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet berbentuk semilunar/bulan sabit. Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku juga tak luput dari perhatian kita.

© Tanda kekerasan pada tempat lain.

Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan.

3.4.2 Pemeriksaan Dalam:

Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan, yaitu (1,4):

© Perdarahan atau resapan darah.

Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring.

© Fraktur.

Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

© Memar atau robekan membran hipotiroidea.

© Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.

4. PEMBEKAPAN (SMOTHERING)

4.1 Definisi

Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel kecil (1).

4.2 Etiologi Kematian pada Pembekapan:

Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan (smothering), yaitu (1):

© Asfiksia

© Edema paru

© Hiperaerasi

Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan.

4.3 Cara Kematian pada Pembekapan:

Cara kematian pada kasus pembekapan, yaitu (1,4):

© Kecelakaan (paling sering), misalnya tertimbun tanah longsor atau salju, alkoholisme, bayi tertutup selimut atau mammae ibu

© Pembunuhan, misalnya hidung dan mulut diplester, bantal ditekan ke wajah, serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.

© Bunuh diri

4.4 Gambaran Postmortem Pembekapan

Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus pembekapan, yaitu (1,4):

© Mencari penyebab kematian.

© Menemukan tanda-tanda asfiksia.

© Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang lambat.

5. TERSEDAK (CHOCKING)

5.1 Definisi

Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan menyumbat lumen jalan udara (1).

5.2 Cara Kematian Pada Kasus Tersedak

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak, yaitu (1,4):

© Kecelakaan (paling sering), seperti gangguan refleks batuk pada alkoholisme, pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam mulutnya, tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi eter.

© Pembunuhan (kasus infanticide)

5.3 Gambaran Postmortem

Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus tersedak (chocking), yaitu (1,4):

© Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada tanda kekerasan di mulut korban.

© Menemukan tanda asfiksia.

© Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian lambat.

© Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.

6. ASFIKSIA TRAUMATIK (EXTERNAL PRESSURE OF THE CHEST)

6.1 Definisi

Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah terhalangnya udara untuk masuk dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan adanya suatu tekanan dari luar pada dada korban (1,4).

6.2 Cara Kematian Pada Kasus Asfiksia Traumatik

Cara kematian pada kasus asfiksia traumatik, antara lain (1,4):

© Kecelakaan (paling sering), misalnya terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2 kendaraan, atau antara dinding dengan kendaraan yang mundur, tertimbun runtuhan benda atau bangunan, pasir, atau batubara atau berdesakan di pintu sempit akibat panik.

© Pembunuhan (misalnya burking)

6.3 Gambaran Postmortem

Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi korban kasus asfiksia traumatik (external pressure of the chest), yaitu (1,4):

© Mencari tanda kekerasan di dada.

© Menemukan tanda asfiksia.

7. INHALATION OF SUFFOCATING GASSES

7.1 Definisi

Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas tertentu dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi (1).

7.2 Cara kematian pada kasus Inhalation of suffocating gasses:

Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap gas (1):

© CO

© CO2

© H2S

Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.

BAB III

PENUTUP

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen dan berlebihnya kadar karbon dioksida secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya pada kasus pembekapan (smothering), penyumbatan (gagging dan chocking), penjeratan (strangulation), pencekikan (manual strangulation), penggantungan (hanging), external pressure of the chest yaitu penekanan dinding dada dari luar, dan inhalation of suffocating gasses.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad Al Fatih II. Asfiksia dalam Forensik Klinik. 2007. Available at http://www.klinikindonesia.com/forensik.php. Diakses tanggal 6 Maret 2008

2. Abdul Mun’in Idries. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Binarupa Aksara. 1997. Hal 170-175

3. Anonim. Tanatologi Dan Identifikasi Kematian Mendadak (Khususnya Pada Kasus Penggantungan). Available at http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=14. Diakses tanggal 6 Maret 2008

4. Budiyanto A. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik dalam Ilmu Kedokteran Forensik Edisi I. Jakarta. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. Hal 55 – 70.

5. Surya Putra. Penentuan Standar Asfiksia Sebagai Penyebab Kematian di Instalasi Kedokteran Forensik RSUD DR.Sardjito. Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Available at http://digilib.litbang.depkes.go.id. Diakses tanggal 6 Maret 2008

6. Amy R. Suicidal Ligature Strangulation: Case Report and Review of the Literature. 2000. Available at http://www.forensikkasus.fkui.com. Diakses tanggal 6 Maret 2008

Kamis, 13 Oktober 2011

PATOFISIOLOGI TBC ( SKEMA )

BRONKITIS AKUT

Bronkitis akut  proses inflamasi selintas yg
Bronkitis akut  proses inflamasi selintas yg
mengenai trakea, bronkus utama, dan
mengenai trakea, bronkus utama, dan
menengah yg bermanifestasi sbg batuk, serta
menengah yg bermanifestasi sbg batuk, serta
biasanya akan membaik tanpa terapi dlm 2
biasanya akan membaik tanpa terapi dlm 2
minggu.
minggu.
 Bronkitis kronis  kondisi kronis atau
Bronkitis kronis  kondisi kronis atau
berulang dari batuk produktif yg terjadi selama
berulang dari batuk produktif yg terjadi selama
3 bln dlm setahun & berlangsung selama 2
3 bln dlm setahun & berlangsung selama 2
tahun.
tahun.

----------------------- Page 3-----------------------

 Etiologi
Etiologi
 Umumnya virus  rhinovirus, RSV, influenza,
Umumnya virus  rhinovirus, RSV, influenza,
parainfluenza, adenovirus, rubeola, &
parainfluenza, adenovirus, rubeola, &
paramyxovirus.
paramyxovirus.
 Bakteri  mycoplasma pneumoniae, pertusis,
Bakteri  mycoplasma pneumoniae, pertusis,
diphteria, S.aureus, S.penumoniae, H.influenza.
diphteria, S.aureus, S.penumoniae, H.influenza.

----------------------- Page 4-----------------------

BRONKITIS AKUT VIRUS
BRONKITIS AKUT VIRUS

 Mengikuti gejala ISPA  rhinitis, faringitis.
Mengikuti gejala ISPA  rhinitis, faringitis.
 Batuk muncul stlh 3-4 hari ISPA.
Batuk muncul stlh 3-4 hari ISPA.
 Awalnya keras & kering, lalu ringan & produktif.
Awalnya keras & kering, lalu ringan & produktif.
 Anak besar  produksi sputum dgn batuk serta
Anak besar  produksi sputum dgn batuk serta
nyeri dada.
nyeri dada.
 Gejala menghilang dlm 10-14 hr.
Gejala menghilang dlm 10-14 hr.

----------------------- Page 5-----------------------

 Terapi
Terapi
 Suportif  istirahat, minum yg byk, penurun
Suportif  istirahat, minum yg byk, penurun
panas.
panas.
 Antibiotik  jika dicurigai ada infeksi bakteri atau
Antibiotik  jika dicurigai ada infeksi bakteri atau
telah dibuktikan dgn pemeriksaan.
telah dibuktikan dgn pemeriksaan.
 Obat penekan batuk tidak perlu  batuk
Obat penekan batuk tidak perlu  batuk
diperlukan u/ pengeluaran sputum.
diperlukan u/ pengeluaran sputum.
 Jika ada wheezing  bronkodilator β -agonis.
Jika ada wheezing  bronkodilator β -agonis.

----------------------- Page 6-----------------------

BRONKITIS AKUT BAKTERI
BRONKITIS AKUT BAKTERI

 Pd infeksi pertusis & C.diphteriae  ISPA dominan
Pd infeksi pertusis & C.diphteriae  ISPA dominan
 rinitis, konjungtivitis, demam sedang, & batuk.
 rinitis, konjungtivitis, demam sedang, & batuk.
 Khas  batuk kuat berturut2 dlm satu ekspirasi, yg diikuti
Khas  batuk kuat berturut2 dlm satu ekspirasi, yg diikuti
dgn usaha keras & mendadak u/ inspirasi.
dgn usaha keras & mendadak u/ inspirasi.
 Lab PA  infiltrasi mukosa o/ limfosit & leukosit
Lab PA  infiltrasi mukosa o/ limfosit & leukosit
PMN.
PMN.
 Diagnosis pasti  kultur dari sekresi mukus.
Diagnosis pasti  kultur dari sekresi mukus.
 Terapi eritromisin.
Terapi eritromisin.

Senin, 25 Oktober 2010

Sidempuan city

silahkan download lagu sidempuan city , di Link ini

http://www.mediafire.com/?go13ww52k94l38n



I LOVE PADANGSIDEMPUAN

Minggu, 22 Agustus 2010

EFEK SAMPING JATUH CINTA

Semua orang pasti tahu kalau cinta memiliki efek yang dahsyat. Efek cinta juga bervariasi dan tergantung kondisi yang menerima dan memberikannya. Ini ada beberapa efek dari cinta yang paling sering ditemukan.

Cinta bikin ketagihan
Menurut Helen Fisher Ph.D, seorang antropolog dari Rutgers University, jatuh cinta mengaktifkan pusat 'kenikmatan' di otak sehingga meningkatkan hormon dopamine yang membuat orang merasa senang. Aktifnya hormon tersebut bisa menimbulkan perasaan 'ketagihan' pada seseorang.

Salah satu makanan yang dapat merangsang hormon dopamine adalah cokelat. Karena itu jarang orang bisa berhenti makan cokelat pada gigitan pertama. Selain merasa bahagia, dopamine juga bisa menyegarkan mood, menambah stamina, dan meningkatkan kemampuan berkonsentrasi (pada sang kekasih). Kejutan atau hal-hal baru juga dapat memicu dopamine. Jika anda dan pasangan sering mencoba makan di tempat baru, pindah ke lingkungan baru, sampai posisi seks baru, dijamin anda berdua makin ketagihan satu sama lain.

AKU INGIN KAU, KAU INGIN DIA


aku terluka di saat aku mencintainya...
tak terpikir, dan tak terbayangkan.
tak melihat...
tak mendengar...
tak dapat menyentuh...

tak tau bagaimana sakitnya...
tak sadar seperti apa rasanya...
di saat kau pilih dia...
silahkan, ''kau harus memilih''

walauku tau,
ku takka bisa...
tapi aku sudah mencoba.
aku sedikit bahagia.



AKU INGIN KAU, KAU INGIN DIA

Rabu, 05 Mei 2010

ANDAR & BADJORA UNTUK TAPSEL

untuk menjadikan TAPANULI SELATAN menjadi Kabupaten yang sejahtera,aman,damai,dan maju. mari bersama-sama memilih ANDAR AMIN HARAHAP, SSTP,MSi dan Dr.H.BADJORA menjadi BUPATI DAN WAKIL BUPATI.

jangan lupa untuk memilih pasangan nomor 3.
ANDAR&BADJORA (ADAB)